Jakarta, Teknostyle – Indonesia mengajak negara-negara kawasan untuk mengimplementasikan prinsip ekonomi biru, hal itu didorong melalui penandatanganan Deklarasi Sydney.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mewakili Pemerintah Indonesia menandatangani Deklarasi Sydney bersama menteri dari Australia dan Papua Nugini, dalam kegiatan the 2nd Arafura and Timor Seas Ministerial Forum di Sydney, Australia, Kamis (5/12/2024).
Penandatanganan Deklarasi Sydney menjadi komitmen negara-negara di kawasan dalam menjaga keanekaragaman hayati wilayah laut Arafura dan Laut Timor (ATS), serta mengatasi berbagai persoalan di tapal batas seperti populasi sampah, praktik illegal unreported unregulated fishing (IUUF), hingga pencemaran laut akibat tumpahan minyak.
“Kehadiran Indonesia dalam ATSEA Ministerial Forum sebagai bentuk komitmen kami melindungi keanekaragaman hayati, perikanan berkelanjutan, serta upaya peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pesisir,” ujar Menteri Trenggono dalam forum tersebut.
Dokumen Sydney Declaration: Shaping a New Decade Together Towards a Sustainable Blue Economy in the Arafura and Timor Seas ditandatangani bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Air Australia Tanya Plibersek, dan Menteri Perikanan dan Sumber Daya Kelautan Jelta Wong mewakili Papua Nugini.
Lahirnya Sydney Declaration mendorong terbentuknya mekanisme tata kelola regional (Regional Governance Mechanism/RGM) untuk implementasi Rencana Aksi Strategis (SAP) di kawasan ATS dalam kurun waktu 2024-2033. Inilah yang akan mendorong terwujudnya kolaborasi regional yang terkoordinasi dan efektif.
Menteri Trenggono mengatakan, saat ini Indonesia tengah membangun sistem Ocean Big Data, seperti Artificial Intelligence and Machine Learning sebagai referensi menuju implementasi Indonesia Ocean Accounting. Inovasi tersebut berkemampuan sebagai neraca laut, termasuk menganalisis keseimbangan di laut, dan memberikan data pengawasan sumber daya laut secara simultan.
Ia juga menyinggung pentingnya pengembangan budi daya untuk melindungi populasi perikanan di laut. KKP telah mengembangkan modeling-modeling budi daya berkelanjutan untuk meningkatkan produksi perikanan tanpa harus bergantung dari hasil tangkapan di laut.
“Kami berpandangan perikanan budi daya memiliki kaitan dengan program ATSEA. Melalui budi daya, tekanan terhadap sumber daya perikanan tangkap dapat dikurangi. Sehingga mendukung tujuan konservasi yang menjadi inti program ATSEA,” paparnya.
Modeling budi daya berkelanjutan yang tengah dibangun, menjadi bagian program Ekonomi Biru demi mengedepankan ekologi sebagai panglima. KKP juga menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota secara bertahap, mengendalikan dan mengawasi pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta melakukan aksi nyata pembersihan sampah plastik di laut dengan melibatkan para nelayan.
“Indonesia hadir di sini juga dalam rangka mengajak seluruh pihak yang terlibat untuk mengimplementasikan ekonomi biru. Menjadikan kesehatan laut sebagai panglima dalam pengelolaan sumber daya di Laut Arafura dan Laut Timor,” ujarnya. (AR)