Teknostyle – Zakat merupakan bagian dari harta yang wajib untuk golongan tertentu sesuai dengan syariat Islam ketika telah memenuhi syarat tertentu. Ia adalah rukun Islam keempat dan bersifat wajib. Dalam Al-Qur’an, perintah untuk menunaikan zakat termaktub dalam Surah Al-Baqarah ayat 43. Ayat tersebut berbunyi, “Dan tegakkan salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” Bahkan, kata zakat muncul sebanyak 32 kali dalam Al-Qur’an, menegaskan pentingnya menyalurkan sebagian harta kepada yang membutuhkan.
Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait zakat penghasilan. Mazhab Hanafi mensyaratkan bahwa zakat baru wajib jika harta tersebut telah ada selama setahun. Sebaliknya, mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali mewajibkan zakat dari gaji bulanan apabila telah mencapai nisab.
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2003 bahwa zakat penghasilan wajib dibayarkan setiap bulan jika jumlahnya setara atau lebih dari 85 gram emas, berdasarkan harga emas saat zakat dibayarkan.
Pada praktiknya, zakat bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) biasanya dapat dari potong gaji atau tunjangan. Namun, kenyataannya, tidak semua ASN memiliki penghasilan yang mencapai nisab, sehingga secara syar’i belum wajib mengeluarkan zakat. Tetapi, jika ada tambahan penghasilan yang membuat total pendapatan mencapai nisab, maka menunaikan zakat merupakan hal yang wajib.
Bagi ASN yang penghasilannya belum mencapai nisab, masih ada opsi untuk bersedekah atau berinfak, sebagaimana dalam QS. Al-Munafiqun ayat 10. Ini menjadi alternatif amal yang tak kalah utama.
Ridha Agus, atau yang akrab disapa Kang Ridha, seorang ASN dari Kota Bandung, mengajukan ide baru. “Gimana kalau potongan otomatis zakat ASN ini ganti saja dengan kontribusi berupa telur ayam atau susu murni, yang dapat berlangsung setiap minggu untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan?” ujarnya
Menurut Kang Ridha, meskipun idenya sederhana, dampaknya besar. Telur dan susu adalah sumber gizi tinggi yang relevan untuk mendukung program pengurangan stunting dan perbaikan gizi masyarakat — dua isu yang masih menjadi tantangan di banyak daerah.
Ia menambahkan bahwa pendekatan ini bisa memberi nilai ibadah yang lebih terasa. Hal ini karena ASN terlibat langsung dalam kegiatan sosial dan kesehatan masyarakat. Lebih dari itu, ini bisa menumbuhkan kepedulian sosial dan solidaritas nyata di kalangan ASN. Dalam budaya Sunda, ini selaras dengan prinsip “Silih asah, silih asih, silih asuh,” yang berarti saling mendidik, saling menyayangi, dan saling menjaga sesama. (Be)