Jakarta, Teknostyle.id – Neuron merupakan sel yang mengatur fungsi otak, dan manusia dilahirkan dengan sebagian besar neuron yang akan dimiliki sepanjang hidup.
Meskipun otak sebagian besar berkembang pada masa kanak-kanak, beberapa bagian otak terus menghasilkan neuron baru sepanjang kehidupan dewasa, meskipun muncul dengan laju yang jauh lebih lambat. Apakah proses neurogenesis ini benar-benar terjadi pada orang dewasa dan apa fungsinya dalam otak masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ilmuwan?
Mengutip LiveScience mencatat bahwa penelitian sebelumnya menunjukkan, orang dengan epilepsi atau penyakit Alzheimer serta demensia lainnya menghasilkan lebih sedikit neuron saat dewasa dibandingkan orang tanpa kondisi tersebut. Namun, apakah ketiadaan neuron baru berkontribusi terhadap tantangan kognitif yang dialami pasien dengan gangguan saraf hinggaa saat ini masih belum diketahui.
Para tim peneliti yang terdiri dari ahli sel punca, ahli saraf, ahli neurologi, ahli bedah saraf, dan ahli psikologi saraf, mengungkapkan bahwa neuron baru yang terbentuk di otak orang dewasa terkait dengan cara manusia belajar dari mendengarkan orang lain.
Neuron Baru dan Pembelajaran
Para peneliti tahu bahwa neuron baru berkontribusi pada memori dan pembelajaran pada tikus. Namun, pada manusia, tantangan teknis dalam mengidentifikasi dan menganalisis neuron baru di otak dewasa, ditambah dengan kelangkaannya, membuat para ilmuwan meragukan signifikansinya terhadap fungsi otak.
Untuk mengungkap hubungan antara neurogenesis pada orang dewasa dan fungsi kognitif, kami mempelajari pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat. Pasien-pasien ini menjalani penilaian kognitif sebelum dan mendonorkan jaringan otak selama prosedur bedah untuk mengobati kejang mereka.
Untuk melihat apakah jumlah neuron baru yang dimiliki berhubungan dengan fungsi kognitif tertentu, hingga kini peneliti masih mencari tanda-tanda neurogenesis di bawah mikroskop.
“Kami menemukan bahwa neuron baru di otak orang dewasa terkait dengan penurunan kognitif yang lebih rendah, terutama dalam pembelajaran verbal, atau belajar dengan mendengarkan orang lain. Temuan ini sangat mengejutkan kami. Pada tikus, neuron baru dikenal berperan dalam membantu mereka belajar dan menjelajahi ruang baru melalui eksplorasi visual. Namun, kami tidak mengamati hubungan serupa antara neuron baru dan pembelajaran spasial pada manusia,” ujar peneliti.
Meningkatkan Kognisi
Berbicara dengan orang lain dan mengingat percakapan adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari bagi banyak orang. Namun, fungsi kognitif yang penting ini menurun seiring bertambahnya usia, dan dampaknya lebih parah pada gangguan saraf. Dengan semakin meningkatnya jumlah populasi lanjut usia, beban penurunan kognitif terhadap sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia akan semakin besar.
Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara neuron baru dan pembelajaran verbal memungkinkan menjadi dasar mengembangkan pengobatan yang dapat mengembalikan kognisi pada seseorang.
Meningkatkan produksi neuron baru bisa menjadi strategi potensial untuk memperbaiki kesehatan otak dan mengembalikan fungsi kognitif pada usia lanjut serta pada orang dengan epilepsi atau demensia. Namun, untuk saat ini, ide-ide ini masih dalam tahap tujuan, dan pengobatan masa depan masih jauh dari jangkauan.
“Yang terpenting, temuan kami bahwa neuron baru berfungsi berbeda pada tikus dan manusia menekankan pentingnya mempelajari fungsi biologis seperti neurogenesis pada manusia kapan pun memungkinkan. Ini akan memastikan bahwa penelitian yang dilakukan pada model hewan, seperti tikus, relevan dengan manusia dan dapat diterapkan di dunia medis,” sambung peneliti.
Obat-obatan yang ada saat ini untuk epilepsi umumnya bertujuan untuk mengurangi kejang, dengan fokus terbatas pada penurunan kognitif yang dialami pasien. Untuk meningkatkan hasil kognitif bagi pasien, kami memulai uji klinis yang fokus pada peningkatan produksi neuron baru dan kognisi pada pasien epilepsi melalui olahraga aerobik.
Para peneliti terkait saat ini berada dalam fase 1 awal dari uji klinis ini untuk memastikan keamanan studi. Sejauh ini, dua pasien telah berhasil dan aman menyelesaikan penelitian ini. Kami berencana untuk merekrut delapan pasien lainnya untuk berolahraga dan menyelesaikan fase ini.
Dengan menggabungkan ilmu dasar di laboratorium dan penelitian klinis pada manusia, pemahaman yang lebih baik tentang regenerasi otak dapat membantu mendukung kesehatan otak sepanjang hidup. (Aprilia Rahapit)