Jakarta, Teknostyle.id – Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) telah setuju untuk mendengarkan pembelaan TikTok bahwa aplikasi ini tidak seharusnya dilarang di AS.
Pemerintah AS menindak aplikasi ini sebab mengklaim adanya hubungan dengan negara China, yang dibantah oleh TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance.
Dikutip dari BBC, Mahkamah Agung tidak mengabulkan permintaan TikTok untuk penghentian darurat terhadap undang-undang tersebut, namun akan memberikan kesempatan kepada TikTok dan ByteDance untuk mengajukan pembelaan pada 10 Januari, sembilan hari sebelum larangan tersebut berlaku.
Pada awal Desember, pengadilan banding federal sebelumnya menolak upaya membatalkan undang-undang ini, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut hasil rancangan bersama dari Kongres dan Presiden sebelumnya.
Mengapa TikTok Bisa Dilarang di AS?
Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di AS, dan keputusan untuk menerima kasus TikTok sangat penting karena Mahkamah Agung hanya mendengar sekitar 100 kasus per tahun dari lebih dari 7.000 petisi yang diterimanya. TikTok sebelumnya berargumen bahwa upaya untuk melarang aplikasi ini tidak sesuai dengan konstitusi karena akan mengurangi kebebasan berbicara para penggunanya di AS. Merespons hal tersebut, TikTok menyampaikan kepuasannya dengan keputusan Mahkamah Agung tersebut.
“Kami percaya Mahkamah Agung akan memutuskan bahwa larangan TikTok tidak konstitusional agar lebih dari 170 juta orang Amerika yang ada di platform kami dapat terus menggunakan hak kebebasan berbicara mereka,” kata juru bicara TikTok.
Kasus ini juga mempertemukan dua hal penting, yaitu kebebasan berbicara dan keamanan nasional, menurut Profesor Hukum Universitas Richmond, Carl Tobias.
“Pengadilan banding menemukan bahwa keamanan nasional lebih penting daripada hak kebebasan berbicara. Namun, para hakim akan menilai kembali nilai-nilai yang bertentangan namun tetap penting,” kata Tobias.
Meskipun hasilnya sulit diprediksi, Profesor Sarah Kreps dari Cornell mengatakan bahwa akan mengejutkan jika Mahkamah Agung membatalkan keputusan sebelumnya yang mendukung keputusan Kongres dan Gedung Putih.
“Kasus ini telah melalui eksekutif, legislatif, dan pengadilan tingkat bawah, yang semuanya mendukung argumen bahwa kepemilikan TikTok oleh ByteDance dari China menimbulkan risiko keamanan nasional,” kata Dr. Kreps.
Apakah Trump Akan Campur Tangan?
Masa depan TikTok tidak hanya bergantung pada proses hukum, tetapi juga pada kemenangan Donald Trump yang disebut memberi peluang bagi aplikasi ini.
Sebelumnya Trump sempat bertemu dengan CEO TikTok, Shou Zi Chew beberapa waktu lalu di kediamannya di Mar-a-Lago, Florida, lapor CBS News, mitra AS dari BBC, mengutip sumber yang mengetahui pertemuan tersebut.
Trump mengatakan secara terbuka bahwa dia menentang larangan TikTok, meski pada masa kepresidenannya yang pertama, ia mengklaim mendukung larangan tersebut.
Di sisi lain, Trump baru akan dilantik kembali pada 20 Januari mendatang, sehari setelah tenggat waktu bagi TikTok untuk dilarang atau dijual.
“Saya memiliki tempat khusus di hati saya untuk TikTok, karena saya memenangkan suara muda dengan 34 poin,” kata Trump dalam konferensi pers pada hari Senin, meskipun sebagian besar pemilih muda mendukung pesaingnya, Kamala Harris.
“Ada yang mengatakan TikTok ada hubungannya dengan itu,” tambahnya.
Meski mendapatkan dukungan dari Trump, Senator Republik senior Mitch McConnell mendesak Mahkamah Agung untuk menolak permohonan TikTok. Dalam pengajuan singkat ke pengadilan, McConnell menyebut argumen TikTok “tidak berdasar dan tidak masuk akal.”
Di samping itu, TikTok mendapat dukungan dari beberapa organisasi kebebasan sipil. Kelompok-kelompok tersebut mengajukan pengajuan bersama ke pengadilan untuk mendesak agar larangan terhadap TikTok dibatalkan, karena platform ini digunakan oleh jutaan orang setiap hari untuk berkomunikasi, belajar, dan mengekspresikan diri. (AR)